Film Habibie & Ainun yang rilis tanggal 20 Desember yang lalu telah menyedot perhatian masyarakat. Film yang diangkat dari novel dengan judul yang sama, ditulis BJ Habibie beberapa bulan setelah meninggalnya istri tercinta, Ainun Habibie.
Film ini bercerita tentang bagaimana Habibie & Ainun saling berpegang tangan, bahu membahu menghadapi rintangan hidup dalam bahtera rumah tangga yang mereka bina selama 48 tahun 10 hari.
Sebuah film apik ditengah masyarakat yang sudah mulai melupakan kesakralan ikatan perkawinan. Data yang dihimpun Republika dari Dirjen Badilag MA menyebutkan bahwa tingkat perceraian meningkat 10% setiap tahunnya sejak tahun 2005. Pada tahun 2010, terjadi 285.184 perceraian di seluruh Indonesia. Sementara pada tahun sebelumnya, tingkat perceraian nasional masih di angka 216.286 perkara. Dari data perceraian pada tahun 2010, 91.841 perkara karena factor ketidak harmonisan dalam rumah tangga, 78.407 perkara karena tidak ada tanggungjawab pasangan dan 67.891 perkara disebabkan factor ekonomi.
Padahal jika kita telaah, dalam Al Qur’an perkawinan disebutkan sebagai mitsaqon gholidho. Sebuah perjanjian yang kuat, kokoh dan teguh. Bahkan ketika ikrar ijab qobul diucapkan, Arsy Allah bergetar. Hal ini menandakan betapa kalimat itu bukan kalimat sederhana yang diucapkan untuk kemudian dengan mudahnya ditarik kembali. Ataupun perjanjian sederhana yang suatu saat bisa kita ingkari.
Film ini mengajarkan betapa ikatan perkawinan tidak hanya didasarkan pada masih adanya rasa cinta atau tidak didalamnya. Cinta layaknya sebuah pohon, jika senantiasa dipupuk dan dirawat, maka ia akan tumbuh subur, kokoh dan akarnya pun kuat menghunjam ke tanah. Hingga ketika badai menerjang pohon pun tak akan tumbang. Ataupun masih adanya kesamaan prinsip hidup atau tidak. Tapi lebih kepada komitmen untuk menjaga keutuhan perkawinan.
Saya salut pada keputusan Ainun Habibie untuk menjadi ibu rumah tangga daripada berkarier demi keluarga. Seperti yang beliau ungkapkan,“Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Sangat mungkin saya bekerja waktu itu. Namun saya pikir buat apa uang tambahan dan kepuasan batin jika pada akhirnya diberikan pada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan resiko kami kehilangan kedekatan pada anak sendiri. Apa artinya tambahan uang dan kepuasan professional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang dan bentuk pribadinya. Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Bertahun-tahun kami bertiga hidup begitu,” lanjutnya.
Ainun mendedikasikan waktunya untuk melayani keluarga. Menemani suami dalam meniti karier dan membersamai buah hati mereka .
Sementara disisi lain, perjuangan Habibie pun sungguh luar biasa. Dalam catatan Ainun dalam buku SABJH diceritakan, karena penghasilan yang pas-pasan selain bekerja sebagai Asisten pada Institut Kontruksi Ringan Universitas, Habibie bekerja sebagai ahli konstruksi pada pabrik kereta api. Pagi-pagi Habibie berangkat ke pabrik, kemudian sampai malam di Universitas. Pukul 10.00 atau pukul 11.00 malam baru sampai rumah dan menulis disertasi. Kemana-mana naik bis, malah karena kekurangan uang untuk membeli kartu langganan bulanan, dua tiga kali seminggu Habibie berjalan kaki menggambil jalan pintas sejauh limabelas kilometer. Sepatu yang dipakai berlubang-lubang, baru pada musim dingin lubangnya ditambal.
Sebuah harapan besar film ini tidak hanya dinikmati sebagai tontonan tetapi juga sebagai penyadaran bagi kita bagaimana menjaga biduk rumah tangga agar tetap berlayar meski badai menerjang sampai kematian memisahkan.
belum nonton aku mba…btw mana email nya??
Dilanjut pake BBM aja ya Ras 🙂
nungguin di tipi mba 😀
Biasaaaaaa Ndin. Kamu khan selalu nunggu yang gratisan. Kabooor 😀
hahaha ditempatku ga ada bioskooooopppp
Masak sech? Berarti kampung banget dunk 😀
hahahah ndesoooooooo
Sangat seneng dengan kata kata ini —-> Saya salut pada keputusan Ainun Habibie untuk menjadi ibu rumah tangga daripada berkarier demi keluarga. Seperti yang beliau ungkapkan,“Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Sangat mungkin saya bekerja waktu itu. Namun saya pikir buat apa uang tambahan dan kepuasan batin jika pada akhirnya diberikan pada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan resiko kami kehilangan kedekatan pada anak sendiri. Apa artinya tambahan uang dan kepuasan professional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang dan bentuk pribadinya. Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Bertahun-tahun kami bertiga hidup begitu,” lanjutnya.
Iya pak. Banyak wanita yang melupakan peran utamnya karena sibuk berkarier. Termasuk yang lagi nulis ini. Hi…hi… 🙂
Hahaha….. Masak siih.
Sedikit, hi..hi.. Tapikan saya bisnis di rumah pak. Walau sibuk masih bisa mantau anak 😀
Luar biasa nih, angkat jempol buat ibu rumah tangga yang bisa nyambi sebagai CEO.
Bisnisnya apa yah ? hehe….. kalau tidak keberatan sih.
Distribusi makanan ringan pak. Tahun ini sudah memasuki tahun ke 17
Wiiih…. luar biasa, webnya ada ? kan sekarang banyak yang dijual via onlin.
Ndak ada webnya pak, Off Line aja pak.
Siiip, terimakasih banyak.
sama, berasa ‘tersindir’… semoga saya bisa jadi ibu yang baik
Sudah kan ?
masih dalam rangka alias berusaha
Aaamiiin, saling mendoakan ya In 🙂
aku dah ntn mba, salut sm pengorbanan ainun 🙂
Iya, Ye. Btw, Kemarin pas nonton sapu tangannya bisa diperes ga’ 😀
Setuju banget Mba kalo cinta itu ibarat pohon dan dibutuhkan kesabaran untuk memupuk dan mengairi pohon itu agar tumbuh subur. Semoga kita bisa selalu menyuburkan tali perkawinan kita masing-masing Mba Ika.
Pengen beli bukunya dulu deh sebelum nonton film ini.. 😀
Beli bukunya lebih sip mas. Saya juga lebih seneng bukunya daripada filmny 🙂
pengen ada filem “pakne zedeen n bune” yaaah 20an taon lagi laaaah 🙂
Yaaah, bikin pelm sendiri aja Deen 🙂
belum nonton mba 😦
Anda belum beruntung. Ha…ha.. 😀
Aku sudah nonton mbak ikaaaa. bersama bidan milaaa.. Kita kopdaran di jogja ahad kemaren
dan aku juga punya bukunya 😀
Wew, kutipan yang sama di postinganku yang lalu..[http://wp.me/p1qFVY-6M]
Iya, kopdaran kalian bikin ngiri aja. kapan kita kopdaran Fah?
hehee.. itu sudah agak lama cita-citanya mbak. Kebetulan mila tu dulu kuliah di jogja, jadi sekalian reuni sama teman2nya.. 😀
Aku lumayun sering ke kebumen mbak.. kan nglewatin yaks?
Ho o, kapan2 mampir ke gudangku Fah. Tapi jangan kaget ya, namanya gudang kalo rapi kaya’nya aneh 🙂
semoga film ini menginspirasi keluarga indonesia. khususnya lelaki ya mbak ika ketika sukses gak lupa daratan.
Betul, penyadaran pada kaum laki-laki bahwa kesuksesannya juga karena dukungan kita para istri 🙂
Kemarin pengen nonton tp gk sanggup antrian panjang beli tiketnya hahaha nunggu dvd nya aja kali yah 🙂 salam kenal mbak ika
Biasa kalo film lagi booming. Liat pake DVD lebih santai kali ya
aku belum nonton sih, tp sudah baca. mengharukan sekali. tapi tetap pengen nonton, karena peran si Reza sewaktu menjadi Habibi banyak dipuji orang –” pasti bagus ya
Iya, Reza dipilih karena kualitas aktingnya. Kalo BCL lebih ke komersilnya. Pssst, ini menurut contekan berita di Republika lho
Wah..saya belumbaca bukunya dan juga belum nonton filmnya,Mbak.. wah,ketinggalan kereta ini..
Waduh, bener2 ketinggalan kereta decj 😀
Mohon ijin untuk copy paste beberapa bagian tulisan ini, bukan sekarang, melainkan esok lusa.
Gak ada bioskop di sini Mbak. Hiks !
btw, emang kayaknya pilemnya bagus ya…resensi dari Mbak Ika jadi pengin nonton pilemnya..
Nonton ntar2 aja Lies. Sekarang masih penuh terus 🙂
Ping balik: Habibie & Ainun, Sebuah Perjalanan Cinta Yang Menginspirasi | Lambangsarib's Blog
aku belum nonton mbak…tapi temen-temen udah recomended bgt terus pesennya gini ‘kalo nonton Habibie & Ainun harus ajak suami’…hehe
Iyalah, rugi kalo nonton sendiri 🙂 di rekomendasikan untuk couple
aku belum nonton, 🙂
Kalo nonton sekarang masih penuh. Mending ntar aja 🙂
Pak SBY waktu nonton sampai terharu dan menangis, mbak
Iya pak, kira2 kapan pak Yudhi nonton filmnya 🙂 Kalo di hutan ada bioskop ndak pak? 😀
Bukunya sudah saya beli, mbak. Yg duluan baca malah istri saya. Saya cuma dengar ceritanya saja. Kalau mau nonton bioskop, harus turun ke kota dulu 🙂
Saya udah nonton mbaaak…
bagus banget mbak..
Iya mas, sip pokoknya 🙂
aku belum nonton,
alasannya, karena tidak adanya tetangga yg bisa dititipin anak-anak… huwaaa huwaa :'((
Hi,,hi,, titipin ke eyangnya aja 🙂
AKU SUDAH Menikmati filmnya mba……
Alhamdulillah,,,, mudah2an dapet pencerahan 🙂
Emang mantap mbak, pas ngeliatnya juga dibayari temen separo harga, menambah kemantapan. Hihihihi 🙂
Boleh tuch, aku juga mau 🙂
Harusnya yang udah sepuh, ntraktir yang masih abege mbak. *eh 🙂
😀
Nunggu keluar di tv atau sudah ada vcd yang di rental, ngelihat antusiasnya orang nonton film ini jd males antri tiket.
Tanpa sadar kamu termasuk orang yang ngantri gratisan 😀
Film ini memang bagus
and yes …
tragedi sepatu bolong itu memang sangat menyayat … ini sekaligus memberikan pelajaran bagi kita semua … bahwa perjuangan pak Habibi dan Ibu Ainun itu memang berat …
Kesuksesan yang mereka raih … tidak jatuh dari langit
salam saya Bu Ika
Filmnya keren. Ostnya juga keren.
dan aku terlambat membeli bukunya. 😦
tapi sekarang buku udah, film juga udah. 😀
Waaaah,, udah komplit donk 🙂