Perempuan dan Bisnis: Bekal Mental Pengusaha

Bicara bisnis mengingatkan saya pada mendiang bapak. Bapak yang hanya bisa bersekolah sampai kelas 2 SD dan lebih sering tak bisa membaca tulisannya sendiri karena tulisannya mirip cakar ayam ini mempunyai visi yang luar biasa pada anak-anak perempuannya.

Bapak selalu berpesan pada kami anak perempuannya,”Kodratmu dadi wong wedok ki neng omah, momong anak, bekti karo suami, ngurus omah. Rasah mikir dadi pegawe. Dadi pegawe ki ndino-ndino ninggal omah. Nek pengen duwe penghasilan yo dagang wae.” (Kodratmu sebagai perempuan itu berada dirumah mengasuh anak, taat pada suami, mengelola urusan rumah tangga. Jangan pernah berpikir jadi pegawai, karena jadi pegawai itu harus meninggalkan rumah seharian. Kalau pengen punya uang ya berdaganglah)

Dan benarlah adanya, saya dan semua adik perempuan saya tidak ada yang menjadi pegawai. Semua berdagang. Sekolah berdagang dimulai sejak kami masih sekolah. Saya dan adik keempat saya mulai belajar bisnis sejak masih SMU. Sementara adik kedua saya mulai belajar bisnis sejak kuliah semester 2.

Awalnya kami hanya membantu usaha bapak. Ketika dirasa sudah mampu mengelola usaha sendiri, biasanya bapak memberi kami pinjaman modal untuk membuka usaha. Ya, pinjaman modal bukan modal cuma-cuma. Artinya suatu saat kami harus mengembalikan modal yang kami pinjam. Pinjaman lunak dengan batas waktu pengembalian longgar. Modal dikembalikan setelah usaha kami berjalan dan mampu untuk mencicil utang.

Mengapa pinjaman, bukan modal cuma-cuma? Alasannya agar kami lebih bertanggungjawab juga agar kelak saat kami berhasil kami memiliki kebanggaan tersendiri.

Lalu bagaimana jika usaha merugi karena salah kelola? Selama bukan karena alasan modal habis untuk foya-foya biasanya bapak menyuntikkan dana kembali. Tetap pada skema awal berupa pinjaman lunak yang boleh dicicil saat usaha telah berjalan.

Pernah suatu masa saya mengalami kebangkrutan hebat, tak tanggung-tanggung, hampir semua asset melayang hanya untuk membayar hutang. Saat itu saya betul-betul terpuruk. Satu-satunya tempat untuk bercerita selain Allah yaitu bapak. Dan inilah nasehat bapak yang melecut semangat saya untuk bangkit. “Rasah digetuni, mbok arep nangis getih we ra bakal bali. Sing wis rasah dipikir. Dadekno pelajaran berharga. Saiki kudu tangi lan ngadeg jejeg. Buktekno karo wong-wong sing ngolok-olok nek kowe mampu.” (Tak usah disesali. Menangis darah pun tak akan kembali. Yang lalu biarlah berlalu, jadikan itu sebagai pelajaran. Kini saatnya kamu harus bangkit, berdiri kokoh. Buktikan pada orang yang menghinamu kamu mampu)

Pelajaran pertama, bisnis merupakan dunia yang penuh dengan ketidak pastian. Kendala bisa datang diawal, ditengah atau bahkan saat bisnis sudah berkembang. Lingkungan yang mendukung sangat diperlukan. Saat semangat sedang kendor ataupun saat sedang terpuruk, bergaul dengan orang yang berpengalaman dalam berbisnis mampu mendorong semangat kita untuk bangkit. Kita juga akan mendapatkan pelajaran ataupun ide-ide bisnis dari pebisnis lain.

Beruntung saya hidup dalam keluarga pedagang hingga tak menyulitkan saya untuk mendapatkan motivasi disaat sedang terpuruk. Lalu bagaimana jika keluarga bukan berlatar belakang pedagang. Ada dua alternatif yang bisa ditempuh, pertama, masuklah dalam kesebuah komunitas pedagang contoh womanpreneur community, komunitas yang semua anggotanya perempuan pebisnis. Mereka berkumpul untuk berbagi pengalaman, belajar bersama, dan networking. Jikalau tidak memungkinkan, bacalah biografi para pebisnis handal, pasti mereka pernah mengalami masa-masa sulit. Dari sana kita akan mendapatkan pelajaran bagaimana mereke menyikapi masa sulit dan mampu keluar dari kesulitannya hingga pada akhirnya mencapai kesuksesan.

Modal tak selalu berupa uang

Credit_Modal tak selalu berupa uang

Jika tidak memiliki modal apakah masih bisa berdagang?

Sangat bisa dan sangat mungkin. Modal utama bisnis bukan uang tapi kepercayaan, TRUST. Pernah suatu ketika saya menjualkan produk IT dengan kesepakatan fee Rp 500.000 per produk. Alhamdulillah saya mampu menjual 10 produk. Tanpa modal uang saya mendapatkan total komisi Rp 5.000.000.

Lho kok bisa? Pasti bisa karena modal tak hanya uang. Ada beberapa modal yang sering tidak kita sadari melekat pada diri kita dan belum kita manfaatkan atau biasa disebut nonmateriil capital.

Pertama, modal spiritual. Keyakinan bahwa rezeki yang diberikan Allah SWT takkan pernah tertukar. Modal ini akan memberi kita semangat untuk senantiasa berusaha, pantang menyerah, dan tak malu menggelar lapak. Kedua, modal personal. Modal ini bisa berupa ketekunan, mendapat kepercayaan, waktu luang, keyakinan, punya mentor, gigih, ulet dan rajin. Apakah semua itu juga modal?

Ya, semua itu juga disebut modal. Ambil contoh, Anda memiliki uang Rp 10.000.000 untuk modal usaha. Jika tidak memiliki modal lain seperti keuletan, kegigihan, ketekunan, maka bisa dipastikan modal uang yang Anda miliki tak ada artinya. Besar kemungkinan tak berapa lama usaha Anda akan gulung tikar. Akan tetapi beda cerita tatkala Anda memiliki modal Rp 1.000.000 plus ketekunan, kegigihan, keyakinan, keuletan bisa jadi modal Rp 1.000.000 akan menjadi Rp 1.000.000.000. Dan ini sangat mungkin. Para pebisnis handal telah membuktikan ini.

Modal ketiga, modal sosial. Modal ini berupa networking. Teman, sahabat, saudara, kenalan juga merupakan modal. Dalam cerita pengalaman saya diatas, untuk mendapatkan uang Rp 5.000.000 tanpa modal uang saya menggunakan modal ini. Dan ini merupakan pelajaran kedua, modal tak selalu berupa uang.

Lalu, dari mana harus memulai?

Ide bisnis bisa kita dapatkan dari mana saja. Menurut pengalaman, memulai bisnis paling mudah ialah dari hobi yang kita gemari. Tak hanya mudah juga paling langgeng. Logikanya, apapun yang kita sukai, untung rugi urusan belakangan. Nah inilah mengapa alasan usaha dari hobi merupakan pilihan yang rasional. Tanpa sadar kita dididik menjadi pribadi yang ulet, tekun dan tahan banting.

chef memasak

Credit_Mulailah dari hobi

Jika Anda memiliki hobi memasak, cobalah untuk membuat tester masakan yang Anda cobakan pada kawan, relasi ataupun sanak saudara. Untuk permulaan, tak perlu berpikir quantity pesanan. Ada yang pesan saja sudah beruntung.

Saya memiliki sahabat yang bekerja di Departemen Keuangan dan memiliki usaha sampingan catering di rumahnya. Semua berawal dari hobinya memasak. Setiap ia mencoba resep baru, ia senantiasa membawanya ke kantor untuk dicobakan pada rekan kantornya. Kini, saat rekan kantornya akan mengadakan acara pengajian, syukuran ataupun hajatan biasanya mereka memesan pada sahabat saya tersebut. Mereka memesan pada sahabat saya karena cocok dengan masakan sahabat saya. Dari awalnya memberi tester pada rekan kantornya, kini ia memiliki usaha cateringan kecil-kecilan. Dan inilah pelajaran yang terakhir, mulailah berbisnis dari hobi yang kita miliki.

Selamat memasuki dunia bisnis. Yang harus Anda lakukan bukan mencari modal ataupun  ide usaha akan tetapi kapan Anda mulai melangkah, mulai membuka lapak. Salam sukses.

Tulisan ini diikutkanpada giveaway: Perempuan dan Bisnis.

Catatan:

Tulisan ini bisa dipraktekkan baik pada bisnis offline maupun online karena pada prinsipnya sama. Ingat! Bisnis online tak selalu lebih mudah dibanding bisnis offline. Untuk urusan pangsa pasar betul jika bisnis online memiliki pangsa pasar lebih luas. Tapi untuk urusan mental bisnis offline maupun online tetaplah sama.


91 pemikiran pada “Perempuan dan Bisnis: Bekal Mental Pengusaha

  1. bapaknya keren ya, mba. klo ibu saya, sejak saya masih kecil jualan kue tradisional gitu dan masih jalan sampai sekarang. saya juga pengennya gitu klo sudah nikah ntar. bikin usaha dari rumah aja

    • Kalau keluarga pengusaha entah skala besar maupun kecil, Insya Allah lebih mudah kita memulai usaha.

      Kenapa ndak coba mulai sekarang saja. Ibu rumah tangga tugas semakin banyak lho 🙂

  2. keren deh bapaknya ika, inspirator sejati untuk keluarga..
    iya modal ga melulu uang, yang penting juga kepercayaan.. dan bisa dimulai dari hobi.. sahabat ika yang di depkeu pengalamannya mirip denganku loh.. ku suka masak, dan suka bawain bento makan siang banyak kalu lagi pengen masak banyak, eh jadi langganan beberapa temen kalu ada arisan..
    sukses ya buat ika lombanya..

      • udah pernah buka kafe 4 kali loh.. 3 bangkrut, 1 udah diambil alih temen..
        buka warnet, diambil alih temen juga..
        buka warung di jalan sambil jualan cemilan, khusus weekend aja, eh kebanyak malah jadi tempat ngerumpi bukannya olahraga, dan akhirnya diambil alih temen..

        jaman kuliah udah sering ikutan MLM & asuransi.. waktu esde malah jualan esmambo.. smp-sma jualan kartu bikinan sendiri.. ih inget jaman dulu asikasik tuh, uang jajan buat beli komik dan buku.. kalu uangnya banyak bisa beliin mama ku emas tuh..

        pernah sekali jualan udang sama adik, bagi hasil tambak sama tukang tambaknya.. pas booming udang pun saat itu.. jadi duitnya banyak, tapi setresnya juga banyak, banyak maling udang justru orangorang sekitar situ.. jadi sewa satpam 24jam.. padahal pengen sosialisasikan udang biar jadi penghasilan warga sekitar.. tetep aja ada yang sirik.. susah deh bisnis di daerah kalu kaya gitu.. jadi nambah pengalaman deh ka, kalu berbisnis itu kudu melebur juga sama orang daerah.. akhirnya bisnis udang ku lepas aja yang penting modal balik.. biar orang daerah yang urus.. ga tahu deh kabarnya sekarang..

  3. mantap Mba sharingnya. kok bisa sejalan sama tulisan saya ya. hahahaha. hampir berbarengan tuh. tapi saya lebih ke online shop.
    memang benar tuh mba. TRUST itu modal paling pertama, bahkan melebihi uang. trust harus ada terlebih dahulu. dan ini yang tak mudah.

    terus, saya suka sekali sama:
    “Rasah digetuni, mbok arep nangis getih we ra bakal bali. Sing wis rasah dipikir. Dadekno pelajaran berharga. Saiki kudu tangi lan ngadeg jejeg. Buktekno karo wong-wong sing ngolok-olok nek kowe mampu.”

    boleh copas ya mba.

    • Silahkan dicopas 🙂

      Aku pikir kalo untuk mentalitasnya on maupun off sama Ryan. Online juga tak semudah yang didengung2kan. bedanya hanya dipangsa pasarnya aja. jauh lebih luas. Yang jelas semua butuh proses 🙂

  4. Rasanya jiwa entrepreneurship memang perlu dipupuk sejak dini.
    Agar anak2 bisa lebih mandiri sejak kecil.
    Pesan dan nasehat dari Bapaknya bener2 besar manfaatnya mbak.
    Gudlak utk kontesnya ya… Mantap tulisannya 😀

  5. Keren Mbak. di kampus juga ada program entreprenurship dan aku ngerasa jiwa entreperneur itu emang harus dipupuk dari kecil ya. Jujur aja, aku ngerasa nggak punya nyali untuk berbisnis. Konservatif banget, yang kepikiran itu rugi duluan dan bukannya peluang. Ini jg masalah didikan dari kecil sih. Aku pengen deh nanamkan itu ke anakku, apalagi aku dan suami sama sama pegawai , aku pengen krucils bisa melihat dari sisi yang lain. Ngajarinnya itu yg lagi kupikirin caranya

  6. aaaah pas bener buuu!! karena baru belajar dagang sekarang2 ini jadi bener2 berasa deh ngos-ngosannya dagang, temen ada yang bukun quote “kalo mau belajar sabar, coba dagang aja” widiih bener bgt ya bu hehehe
    saya usaha via online aja bu, dan yang sy rasain, kok kayaknya saya kurang networking ya, duh duh..
    doakan usaha saya berkembang yaa hehehe

    • Untuk urusan mentalitas bisnis online sama dengan offline.

      Sama seperti bisnis off, hanya dengan membuka web saja tidak cukup. Perlu juga networking, kesabaran, keuletan dll seperti yang saya sampaikan.

      Perbedaan di pangsa pasar yang lebih luas, biaya lebih sedikit dan masih banyak lagi.

      Sukses tuk bisnis online-nya 🙂

  7. wow…. tulisannya kereeen. Suer… ini beneran.

    Sering saya ditanya teman teman, “bisnis apa yang paling laku ?”. Menurut ibu, kira kira jawabannya apa ?

    Aku selalu menjawab, “tolong carikan barang yang tidak laku dijual. Jika ketemu, anda sudah layak jadi pengusaha.” itu yang selalu kukatakan pada teman teman.

    Ada tanggapan ?

    • Menurut saya bisnis itu soal selera dan kemantapan hati pak. Barang laku dan tidak laku punya sisi plus dan minusnya masing2. Barang laku, perputaran cepat hingga mudah untuk menjualnya tpi disisi lain barang model seperti itu prosentase keuntungan kecil. Contoh, sembako, pulsa.

      Sementara, untuk barang yang kurang laku sebaliknya. Dan membutuhkan keahlian khusus yang dapat dipelajari.

      Betul kata pak Sarib, jika barang tidak laku pun bisa menjualnya itu berarti ia mampu untuk menjadi pengusaha. Tp itu hanya baru satu kemampuan yang dimiliki yaitu menjual.

      Masih banyak kemampuan lain yang harus dipelajari, contoh manajerial. manajerial pun masih banyak cabangnya.

      • Iya pak Sarib. Itu untuk skala kecil. Kalau sudah berkembang tak hanya itu pak. Kemampuan manajerial SDM, Keuangan kemampuan menghitung nilai investasi jangka pendek, menengah dan panjang. Kesemuanya itu bisa didelegasikan. Artinya tak harus kita yang menangani itu semua tapi yang jelas semua keputusan khan kita juga pak yang ketok palu. Jadi, kita pun sedikit2 juga harus tahu.

        Maaf pak Sarib, ini hanya bertukar ilmu saja. Tidak ada maksud saya untuk menggurui. Jika ada kata2 yang tidak pas saya mohon maaf.

      • Kita bertukar ilmu kok, senang membacanya. tak ada sedikitpun kesan digurui.

        Kadang mendelegasikan wewenang itu susah. Mana yang lebih baik, mendelegasikan ke saudara atau teman ?

      • Kalau lebih enaknya sih sama teman pak. Kalau sama saudara kadang masalah kerjaan jadi masalah keluarga juga. Suka ndak bisa bedakan mana kerjaan mana keluarga.

      • Kok saya berbeda yah….

        Semua cabang2 saya dikelola keluarga. lingkaran kepercayaan saya berturut turut adalah istri, membesar ke keluarga, terakhir di lingkaran paling luar adalah professional.

        Boleh tahu kenapa bukan saudara yang utama ?

      • Kalau keluarga inti seperti istri, suami dan anak sih iya pak. Tapi itu juga harus satu visi misi.

        Tapi untuk keluarga besar seperti adik, tante, om, pakdhe, ponakan dan lain sebagainya lebih ke jaga2 aja pak. Maksud saya, kadang orang tidak bisa memilah mana urusan kerja mana urusan keluarga. Lebih sering dicampur aduk.

        Ini menyulitkan ketika kita sedang ada masalah yang kaitannya dengan kerjaan atau usaha. Lebih enak memutuskan hubungan kerja dengan teman daripada dengan saudara karena akan berbuntuk panjang pak.

  8. Dalam berbisnis janganlah mempertahankan cara-caramu sendiri..
    Belajarlah dengan orang yang ahlinya.. yang sdh sukses..
    Maka bisnismu akan langgeng..

    Janganlah gunakan modal usahamu untuk coba-coba..
    Modalmu adalah untuk menjalankan bisnis secara sehat..
    Jika belum berpengalaman belajarlah dahulu pada ahlinya.. Yang sdh sukses…

    Sukses itu otomatis jika kamu menjalankan rencana yang baik dengan sungguh-sungguh.. Salamat berkarya teman2… Mks Mba Tika .. Tas pngalamannya..
    .

  9. saya malu dagang, malu ditolak. suka sakit ati kalo udah busa2 nawarin tapi gak direken. hakahak. aku pegae mbak, ada saran untuk ide dagangan dan mentalitasnya? hehehehe.

Tinggalkan komentar